Selasa, 5 April 2022 lalu Xendit bekerjasama dengan Majalah Investor – Berita Satu Media, menyelenggarakan webinar bertajuk Membedah Potensi Pertumbuhan B2B Marketplace di Indonesia. Dalam acara ini, turut hadir beberapa stakeholder baik dari pemerintah maupun pihak swasta yang bersama-sama membedah bagaimana potensi dan perkembangan bisnis B2B Indonesia.
Selama masa pandemi Covid-19 transaksi bisnis marketplace mengalami peningkatan karena kebanyakan masyarakat cenderung memilih melakukan transaksi secara online. Bank Indonesia mencatat transaksi e-commerce di Indonesia sepanjang 2021 mencapai Rp 401 triliun dan diperkirakan naik 31% menjadi Rp 526 triliun pada tahun 2022.
Kenaikan tingkat belanja secara online ini juga membuat potensi bisnis berevolusi dari yang tadinya terfokus hanya kepada model bisnis business to customer (B2C) menjadi model bisnis business to business (B2B). Secara tidak langsung pergeseran ini juga berimbas kepada perkembangan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dimana melalui peran B2B Indonesia, mereka bisa mendapatkan kesempatan bertemu langsung dengan para supplier bisnis.
Melihat fenomena ini, direktur Xendit Group, Mikiko Steven, meyakini bisnis B2B Indonesia di marketplace memiliki potensi besar untuk terus berkembang. Apalagi dengan masih masih banyaknya celah pasar yang kurang memberdayakan pelaku UMKM terutama berkaitan dengan logistik barang. Dimana masih ada kesenjangan dalam jumlah stok pasokan, transparansi harga di antara para penengah, hingga keterbatasan logistik.
“B2B Indonesia di marketplace memperkenalkan solusi dan inovasi untuk menjawab masalah-masalah tersebut, memfasilitasi UMKM dari sisi membeli barang dengan harga yang lebih transparan, dan juga logistiknya bisa lebih cepat,” ungkap Mikiko.
Baca juga: Emerging B2B Marketplaces in Indonesia: Challenges and Opportunities
Nilai Pasar B2B e-Commerce Diprediksi Capai US$ 21,3 Miliar pada 2023
Salah satu bisnis yang bergelut dalam bidang ini adalah Ula, marketplace grosir yang menghubungkan pemasok dan peritel kecil seperti kios dan warung. Ula bekerjasama dengan ratusan supplier dengan fokus pada kategori kebutuhan esensial sehari-hari. Mulai dari bahan makanan hingga pakaian dan barang elektronik.
“Sektor esensial seperti produk fast-moving consumer goods (FMCG) saja transaksinya di Indonesia bisa mencapai Rp 300 triliun per tahun. Angka ini belum termasuk transaksi produk kategori fresh, seperti sayur, buah, dan daging” ungkap CCO and Co-Founder Ula, Derry Sakti.
Selaras dengan perkembangan ini, Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga, optimis terhadap pertumbuhan nilai pasar B2B Indonesid di sektor e-commerce, dan juga potensi besar dari kontribusi UMKM.
“Berdasarkan data yang kami terima, di tahun 2023 mendatang, nilai pasar B2B e-commerce kita prediksikan bisa mencapai US$ 21,3 miliar. Tentunya kalau kita bicara potensi, selain angkanya yang besar dan signifikan, ini juga menjadi opportunity, peluang baru,” ungkap Jerry Sambuaga.
Baca juga: Strategi Digital Marketing yang Tepat Untuk Bisnis B2B
Salah satu cara untuk memenuhi target tersebut adalah dengan menggencarkan transaksi pembayaran secara digital yang cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi seiring dengan peningkatan pemakaian dan pemahaman teknologi sehingga menimbulkan potensi ekonomi digital yang besar.
Bank Indonesia memprediksi adanya kenaikan dalam transaksi uang digital sebanyak 17% menjadi Rp.357,7 triliun di tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya berjumlah Rp.305 triliun. Tak hanya itu, nilai digital banking pun meningkat 45,6% menjadi Rp 39.841 triliun pada tahun 2021 dan tahun ini diperkirakan akan tumbuh sebesar 24,8%.
Potensi ini sedikit banyak akan turut mempengaruhi pertumbuhan bisnis sistem pembayaran digital. Lebih lanjut data yang dihimpun Ula, menyatakan 30-50% pelaku UMKM ritel tradisional sudah mulai terbiasa beradaptasi menggunakan aplikasi teknologi digital secara mandiri.
Baca juga: 5 Manfaat Digital Payment untuk UMKM
Target Peningkatan Transaksi Xendit hingga 100% per Tahun
Sejalan dengan tren transaksi digital ini, Xendit, sebagai salah satu pilihan layanan payment gateway di Indonesia juga mencatat adanya pertumbuhan jumlah UMKM yang mendaftar setiap harinya. Puncak peningkatan ini terjadi ketika masa pandemi dimana adanya peningkatan hingga ratusan UMKM yang melakukan pendaftaran perhari.
“Sebelum Covid-19, pada bulan Februari 2020 per harinya UMKM yang sign up untuk bisa pakai sistem pembayaran di Xendit mungkin puluhan per harinya, tetapi setelah Mei 2020 kita lihat ada perubahan signifikan di mana per harinya kita menerima ratusan pendaftaran UMKM. Hal ini membuktikan adanya peningkatan adopsi yang sangat cepat,” kata Mikiko.
Sementara dari segi transaksi, terdapat pula peningkatan nilai transaksi secara konsisten sebesar 10 hingga 15% per bulannya, dengan nilai transaksi rata-rata sebesar Rp.200 triliun dalam satu tahun.
“Kedepannya, target tiap tahun nilai transaksi Xendit tumbuh sekitar 50%-100%,” lanjut Mikiko.
Mikiko berharap adanya kolaborasi antar berbagai pihak dan Pemerintah yang bisa mendukung para technology player supaya bisa lebih mengedukasi masyarakat khususnya terhadap peranan transaksi digital yang ada di Indonesia.
Baca juga: Kembangkan Bisnis UMKM dengan Xendit